asal-usul katanya. Macnae (1968) menyebutkan kata mangrove merupakan perpaduan
antara bahasa Portugis mangue dan bahasa Inggris grove. Sementara itu, menurut Mastaller
(1997) kata mangrove berasal dari bahasa Melayu kuno mangi-mangi yang digunakan
untuk menerangkan marga Avicennia dan masih digunakan sampai saat ini di Indonesia
bagian timur.
Beberapa ahli mendefinisikan istilah “mangrove” secara berbeda-beda, namun pada
dasarnya merujuk pada hal yang sama. Tomlinson (1986) dan Wightman (1989)
mendefinisikan mangrove baik sebagai tumbuhan yang terdapat di daerah pasang surut
maupun sebagai komunitas. Mangrove juga didefinisikan sebagai formasi tumbuhan
daerah litoral yang khas di pantai daerah tropis dan sub tropis yang terlindung (Saenger,
dkk, 1983). Sementara itu Soerianegara (1987) mendefinisikan hutan mangrove sebagai
hutan yang terutama tumbuh pada tanah lumpur aluvial di daerah pantai dan muara
sungai yang dipengaruhi pasang surut air laut, dan terdiri atas jenis-jenis pohon Aicennia,
Sonneratia, Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, Lumnitzera, Excoecaria, Xylocarpus,
Aegiceras, Scyphyphora dan Nypa.
Pada dasarnya, menurut Wightman (1989) yang lebih penting untuk diketahui pada saat
bekerja dengan komunitas mangrove adalah menentukan mana yang termasuk dan mana
yang tidak termasuk mangrove. Dia menyarankan seluruh tumbuhan vaskular yang
terdapat di daerah yang dipengaruhi pasang surut termasuk mangrove.
Dalam buku panduan ini, isitilah “mangrove” secara umum digunakan mengacu pada
habitat. Dalam beberapa hal, istilah “mangrove” digunakan untuk jenis tumbuhannya,
termasuk jenis-jenis tumbuhan yang terdapat di pinggiran mangrove seperti formasi
Barringtonia dan formasi Pes-caprae.